Artikel

Urgensi Edukasi Leptospirosis

PERSOALAN utama kesehatan di Indonesia adalah tingginya jumlah penyakit menular. Prioritas utama pemerintah adalah membasmi HIV/AIDS, tuberkulosis, malaria, DBD, influenza, dan flu burung. Selain beberapa penyakit tersebut, terdapat penyakit menular berbahaya, yang bernama leptospirosis. Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri leptospira sp. yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis).

Penularan paling sering terjadi melalui kencing tikus pada kondisi banjir. Keadaan banjir menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genangan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira berkembang biak. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung.

Penyakit ini memang belum terlalu familiar di telinga masyarakat. Namun perlu dipahami bahwa penyakit ini dapat menyebabkan kematian dengan menginfeksi penderita dalam waktu 2 hari sampai dengan 4 minggu jika tidak segara ditangani. Biasanya para penderita tidak memahami bahwa dirinya menderita leptospirosis, karena gejala yang ditimbulkan mirip demam atau flu biasa. 

Di Indonesia, bahaya leptospirosis sudah mulai mengancam. Data Kementerian Kesehatan sepanjang tahun 2015-2017 menunjukkan bahwa setiap tahunnya terdapat lebih dari 400 kasus, dengan jumlah tertinggi pada tahun 2016 dengan 830 kasus, 7,35% diantaranya meninggal dunia. Dan menurun pada tahun 2017 dengan 640 kasus, namun angka kematiannya naik menjadi 16,88%. Sedangkan provinsi yang menempati jumlah kasus leptospirosis tertinggi adalah Provinsi Jawa Tengah yang menduduki peringkat pertama jumlah di Indonesia.

Pada tahun 2017 di Provinsi Jawa Tengah terdapat 316 kasus dengan jumlah korban meninggal 55 orang. Secara khusus, di Kota Semarang terdapat 55 kasus dengan jumlah korban meninggal 14 orang atau bisa dikatakan 25% diantaranya meninggal dunia. Dan pada tahun 2018 sampai dengan bulan Juli terdapat 40 kasus dengan 11 orang yang meninggal. Penyebabnya adalah keterlambatan pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan, ditambah perilaku masyarakat yang belum sepenuhnya menyadari tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Fenomena tersebut membuat Dinas Kesehatan Kota Semarang (DKK Semarang) berinisiatif untuk mencari solusi pencegahan atas ancaman bahaya leptospirosis.

Bulan Peduli Leptospirosis

Salah satu program dari DKK Semarang untuk menanggulangi masalah leptospirosis adalah dengan mengadakan Bulan Peduli Leptospirosis, yang diadakan setiap bulan Agustus - September pada setiap tahunnya. Tahun 2017 adalah pertama kalinya diadakan bulan leptospirosis. Kegiatannya berupa buru tikus serentak di 177 kelurahan dan hasilnya didapatkan kurang lebih 8.806 ekor tikus, yang kemudian dimusnahkan dengan dikubur. Melalui kegiatan tersebut diharapkan jumlah populasi tikus pembawa bakteri leptospira dapat berkurang.

Pada tahun 2018, di bulan September minggu keempat akan diadakan kegiatan buru tikus di 177 kelurahan. Untuk mengoptimalkan kegiatan ini, DKK Semarang telah menjalin kerjasama lintas sektoral baik kecamatan, kelurahan, FKK, PKK, LPMK, Muspika, Dinas Pendidikan, Dinas Pasar dan kader kesehatan untuk ikut berperan aktif pada Bulan Leptospirosis.

Kegiatan awal Bulan Leptospirosis ini ditandai dengan diadakannya roadshow sosialisasi bulan leptospirosis di 16 kecamatan di bulan Juli 2018. DKK Semarang bekerjasama dengan beberapa dokter dari Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro memberikan penyuluhan kepada para tokoh masyarakat tentang bahaya leptospirosis dan cara menanggulanginya kepada masyarakat. Diharapkan masyarakat ini nantinya akan menjadi menjadi agent of change untuk memberikan perubahan perilaku kesehatan di masyarakat.

Kegiatan kemudian berlanjut di bulan Agustus. DKK Semarang mempunyai 215 Pertugas Surveilans Kesehatan yang tersebar di 177 kelurahan yang akan melakukan penyuluhan serentak di wilayahnya masing-masing. Diharapkan dengan adanya kegiatan tersebut, sasaran penyuluhan yang dalam ini diikuti oleh RW, RT dan kader kesehatan mengetahui bahaya leptospirosis dan cara menanggulanginya serta ikut berperan aktif dalam kegiatan buru tikus bulan September nanti.

Capaian dari kegiatan Bulan Leptospirosis adalah meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang leptospirosis, berkurangnya angka kesakitan dan kematian akibat leptospirosis, menekan populasi vektor penyakit leptospirosis yang disebabkan oleh tikus. Namun, yang paling utama dari semua target capaian tersebut adalah terbentuknya habitus perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat, sehingga dapat meminimalisir timbulnya penyakit, tidak hanya leptospirosis saja.

  • Rika Adi Kusumo, Fungsional Sanitarian Dinas Kesehatan Kota Semarang